Kliping


Napak Tilas Tentara Pelajar di Joglo Kelor (Kompas Jumat, 05 Mei 2006)

Joglo Kelor yang dibangun tahun 1835 itu menjadi saksi perjuangan Tentara Pelajar semasa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Di sanalah para pejuang kemerdekaan menyusun strategi untuk menyerang tentara Belanda. Rumah itu sangat aman karena dipercaya ada kekuatan adikodrati yang melindunginya.

Sejarah yang terekam di setiap sudut bangunan joglo itu kini dikemas menjadi ikon desa wisata sejarah yang diluncurkan hari Sabtu (29/4). Joglo Kelor berada di Dusun Kelor, Bangunkerto, Turi, Sleman. Desa penghasil salak pondoh itu berada sekitar 15 kilometer arah utara Kota Yogyakarta.

Joglo Kelor terdiri atas bangunan kuncungan, emper, pendapa, pringgitan, ndalem wingking, sentong, dan di sebelah kiri ada gandok kiwo. Setiap ruangan memiliki fungsi tersendiri seperti pringgitan untuk pentas wayang kulit, dalem wingking sebagai tempat ibu-ibu ngobrol, dan pendapa untuk bapak-bapak.

Semasa perjuangan kemerdekaan, Tentara Pelajar (TP) yang dipimpin oleh Martono sering rapat di ndalem wingking. Meja bundar berwarna hitam yang terbuat dari kayu lengkap dengan lima kursi bersandaran menjadi saksi para pemimpin TP menyusun strategi perang. Kini, meja itu masih ada di sana dan ditempatkan di bawah lampu gantung antik.

Rumah joglo milik Sosro Pranoto itu, kata Sumadi (54), pengurus Joglo Kelor, selalu lepas dari perhatian Belanda. Patroli tentara penjajah tidak pernah masuk ke halaman joglo. “Seperti ada kekuatan yang melindungi sehingga joglo ini terlihat seperti hutan belantara,” katanya.

Fenomena itu dipercaya oleh masyarakat berkat berkah pohon kelor yang ada di sekitar joglo. Pohon kelor oleh masyarakat Jawa dipercaya sebagai penolak kekuatan jahat. Demikian juga niat jahat Belanda yang menjajah bangsa ini. Para tentara pelajar pun dibekali kayu kelor supaya selamat dalam peperangan.

Setelah kemerdekaan, Joglo Kelor sering dikunjungi oleh putra-putri mantan anggota TP yang pernah tinggal di sana. Joglo Kelor pun makin dikenal oleh kalangan keluarga mantan anggota TP. Potensi sejarah Joglo Kelor itulah yang kini ditawarkan menajdi paket wisata Kampung Sejarah. Dari rumah joglo wisatawan diajak napak tilas rute gerilya TP menyusuri Sungai Bedog. 

Susur sungai merupakan salah satu paket wisata yang dapat dinikmati di Desa Kelor. Susur sungai dimulai dari rumah Joglo Kelor yang sudah berumur 200 tahun. Rumah yang dibangun Kramawijaya, pamong desa berpangkat “kamituwo” (wakil lurah) saat itu, menjadi “home base” berbagai kegiatan wisata di Desa Kelor. Dari rumah tua itu, peminat susur sungai harus berjalan lebih kurang 300 meter menuju Sungai Bedog. Perjalanan terasa menarik karena melalui rerimbunan kebun salak pondoh yang berderet rapi sebelum tiba di bibir sungai yang akan disusur. 

Saat menjejakkan kaki di Sungai Bedog yang konon terbentuk akibat letusan Gunung Merapi, bentuk sepatu bot yang dipinjamkan pengurus desa wisata setempat langsung mengikuti kontur batu-batuan di dasarnya. Keasyikan menyusuri sungai sepanjang 1,5 kilometer itu mulai terasa saat arus deras menerpa kaki, terpecah di antara bebatuan besar yang berserakan di badan sungai selebar lima meter itu. 

Siapkan diri untuk berbasah-basahan, karena tinggi air sungai tidak rata. Ada yang hanya setinggi mata kaki, tetapi ada pula bagian yang dalamnya mencapai 0,6 meter. Susur sungai semakin asyik ketika bertemu pintu air yang deras cipratan airnya cukup membasahi muka dan sebagian tubuh. 

Wisata ini menjadi lebih menarik karena di tengah perjalanan harus menaiki tangga kayu-tambang untuk melintasi arus air terjun setinggi lebih kurang tiga meter. Rasa lelah terbayarkan karena setelah mencapai tepian sungai dapat menikmati kelapa muda utuh, lengkap dengan sedotan dari batang bambu kecil. Satu air terjun lagi di bagian akhir perjalanan melengkapi wisata susur sungai yang menantang ini. (ANG, NUR/LITBANG KOMPAS)

 

Dusun Kelor Sebagai Kampoeng Sejarah (Kedaulatan Rakyat, Selasa 02 Mei 2006)

 Dusun Kelor di Desa Bangunkerto Turi Sleman dikukuhkan sebagai desa wisatga ‘Kampung Sejarah’, di Joglo Kelor, Sabtu (29/4). Launching Dusun Kelor sebagai desa wisata ‘kampung sejarah’ ditandai dengan peresmian baliho ‘Dusun Kelor Sebagai Kampung Sejarah’ oleh Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Drs. Julisetiono. Peresmian itu merupakan kerjasama antara warga Dusun Kelor dengan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi 2003 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di dusun Kelor. 

“Rumah ini saat terjadi agresi militer Belanda menjadi markas tentara pelajar (TP),” kata Ny Moehadi (68) pemilik rumah yang menghabiskan masa kecilnya di Joglo Kelor. Dikatakan Ny Moehadi setahunya rumah tersebut dibangun oleh kakek buyutnya sekitar tahun 1835. Ny Moehadi yang didampingi suaminya Moehadi Munawir, mengatakan saat masa perjuangan dulu meski penjajah Belanda mengobrak-abrik dusun-dusun lainnya, dusun Kelor tidak tersentuh oleh Belanda. Lebih lanjut dikatakan Ny Moehadi, beberapa tokoh TP yang kemudian menjadi tokoh terkenal diantaranya, Jendral Martono mantan Menteri Transmigrasi pada era Presiden Soeharto, Drs RM Subarwoto mantan Kakanwil Pendidikan Kebudayaan Yogyakarta, B Harjono, RH Soeryono, dan lainnya. Ny Moehadi yang sejak remaja tinggal di Baciro Yogyakarta menambahkan, beberapa barang di Joglo Kelor, diantaranya sepeda onthel dan lampu gantung saat ini disimpan di Museum Benteng Vredeburg. Sementara meja dan kursi yang digunakan TP untuk menyusun strategi masih berada Joglo Kelor dalam keadaan terawat. 

Menurut Sumadi (64) yang ikut merawat keberadaan Joglo Kelor, kondisi bangunan walu berusia hampir 200 tahun masih kokoh dan belum ada perubahan kecuali cat. Bahkan genteng dan atap rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu dan bambu masih utuh. Begitupula pilar kayu yang menyangga rumah yang terbuat dari kayu nangka dan kayu jati pilihan. Selain rumah Joglo Kelor tempat yang menjadi andalan Dusun Kelor yaitu susur sungai Bedog yang merupakan rute TP dalam melakukan serangan terhadap Belanda. Selain itu terdapat kebun salak pondoh, seni tradisional serta suasana pedesaan yang asri. 

Dalam sambutannya Julisetiono menegaskan bahwa potensi yang ada seperti rumah Joglo yang sudah berumur sekitar 200 tahun untuk dijaga. Di luar negeri sebuah batu bisa menjadi bahan bercerita bagi wisatawan yang datang ke tempat itu. Keberadaan bangunan bersejarah seperti rumah kuno bisa menjadi daya tarik tersendiri. (M-1)-n

 

Dari Turi Diboyong ke Vredeburg (Bernas, Rabu 7 Des 2005)

MUSEUM Sejarah Benteng Vredeburg Yogyakarta akan segera bertambah lagi koleksinya, setelah Selasa (6/12) siang kemarin memboyong sebuah sepeda dan lampu gantung pompa dari rumah (almarhum) RH Sosropernoto, Dusun Kelor Desa Bangunkerto Kecamatan Turi Sleman. Secara sukarela, kedua benda tersebut diserahkan oleh putri almarhum RH Sosropernoto, Hj Murni Muhadi Munawir. Diterima Ny Amin Sukrilah, Koordinator Kelompok Kerja Pengkajian dan Pemeliharaan pada Museum Vredeburg beserta dua staf. Disaksikan pelaku sejarah Kol (Purn) RH Marsigit, dua warga setempat Sudjono dan Sumardi yang tahu sejarah waktu itu, serta Herupratikno mewakili Camat Turi, Kepala Dusun Kelor Darmodjo.

Pada masa clash ke-II, rumah joglo HR Sosropernoto yang menjabat sebagai lurah dipergunakan sebagai markas Tentara Pelajar (TP). Antara lain Martono (mantan Menteri Transmigrasi), Drs RM Soebaroto, Suwandi, (alm) B Hardjono dan lain-lain. “Ada satu peleton TP bermarkas di sini”, kata Sumardi. Di tempat itulah biasanya TP mengatur strategi pencegatan Belanda dan tindakan perlawanan lainnya.

Sepeda tersebut pada saat itu sering dipergunakan untuk patroli keliling desa, atau menghubungi markas-markas lain yang berada di wilayah Sleman Bagian Timur. Hingga saat ini, sepeda laki-laki (kini dikenal sebagai sepeda unta) merk Humber tromol persneling tersebut masih dalam kondisi bagus dan layak untuk dinaiki. Sedang lampu gantung pompa yang dulu dipergunakan untuk penerangan, kini masih dimanfaatkan tetapi bagian dalamnya diganti bolam listrik. Tabung pompanya masih ada dan kemarin ikut diserahkan. “Benda-benda tersebut nantinya akan didisplay dan dipertahankan dalam bentuk aslinya”, kata Ny Amin Sukrilah. (ato)

5 thoughts on “Kliping

  1. Semasa kecil setiap lebaran pasti berkunjung ke rumah ini, embah Sosro Pernoto pemilik Joglo bersejarah ini adalah paman Ibuku….setelah beliau almarhum, rumah dihibahkan untuk dikelola menjadi bagian dari Dewi Kajar

Leave a comment